Tahukah kamu bahwa dalam sejarah panjang Kerajaan Buol, terdapat seorang raja yang hanya memerintah selama kurang lebih dua tahun saja?
Bahkan, akhir hidup sang Raja cukup tragis.
Dialah Raja Timumun, pemimpin yang menjabat dari tahun 1802 hingga 1804, dengan pusat pemerintahan berada di Istana Potangoan.
Siapa Raja Timumun?
Sebelum menjadi raja, Timumun adalah seorang Jogugu, yakni pejabat tinggi dalam struktur pemerintahan Kerajaan Buol yang berfungsi sebagai penasihat utama raja atau semacam perdana menteri.Jabatan ini mengharuskan seseorang memiliki kecakapan politik dan kearifan adat, karena ia menjadi penghubung antara rakyat, bangsawan, dan raja.
Timumun sebelumnya menjabat sebagai Parabisa (wakil raja) pada masa pemerintahan Raja Ndain (1795–1802).
Timumun sebelumnya menjabat sebagai Parabisa (wakil raja) pada masa pemerintahan Raja Ndain (1795–1802).
Setelah Raja Ndain wafat, musyawarah para tetua adat yang disebut Bokidu—lembaga tertinggi yang memiliki wewenang dalam pengangkatan raja—memutuskan untuk mengangkat Timumun sebagai raja berikutnya.
Kerajaan Buol: Monarki Pilihan, Bukan Warisan
Berbeda dengan banyak kerajaan di Nusantara, Kerajaan Buol pada masa itu menganut sistem kepemimpinan yang tidak diwariskan secara turun-temurun.Raja-raja dipilih melalui musyawarah mufakat oleh Bokidu, sehingga proses suksesi berlangsung damai tanpa perebutan kekuasaan yang berdarah.
Pelayaran Tragis ke Manado
Pada masa kolonial Belanda, setiap raja yang terpilih oleh Bokidu harus menghadap ke Manado untuk mendapat pengesahan resmi dari Residen Belanda.Maka, Raja Timumun pun berangkat ke Manado dengan para pembesar kerajaan.
Namun, tragedi terjadi dalam perjalanan tersebut. Pada masa itu banyak pejabat kerajaan Buol pada waktu itu belum fasih berbahasa Melayu, sehingga mengandalkan juru bahasa.
Namun, tragedi terjadi dalam perjalanan tersebut. Pada masa itu banyak pejabat kerajaan Buol pada waktu itu belum fasih berbahasa Melayu, sehingga mengandalkan juru bahasa.
Sayangnya, dalam perjalanan, juru bahasa yang mendampingi Raja Timumun menyampaikan informasi yang keliru atau mungkin sengaja menyesatkan.
Saat para pembesar berkata bahwa Timumun akan diangkat menjadi raja, si juru bahasa justru menyampaikan bahwa ia akan dihukum.
Akibat kesalahpahaman itu, Raja Timumun melompat ke laut dan meninggal dunia di sekitar Pulau Panjang dekat Paleleh sebelum sempat menerima pengesahan resmi dari Belanda.
Akibat kesalahpahaman itu, Raja Timumun melompat ke laut dan meninggal dunia di sekitar Pulau Panjang dekat Paleleh sebelum sempat menerima pengesahan resmi dari Belanda.
Referensi lain:
Versi lain dari cerita rakyat menyebutkan bahwa Raja Timumun sebenarnya wafat dalam perjalanan pulang dari Manado, bukan saat hendak berangkat.
Dalam kisah ini, sang juru bahasa bukan menyesatkan, melainkan justru memperingatkan bahwa di kapal yang mereka tumpangi terdapat mata-mata Belanda yang diduga dikirim untuk menghabisi nyawa sang raja sebelum kembali ke Buol.
Juru bahasa itu pun meminta Timumun menyelamatkan diri sebelum semuanya terlambat.
Konteks politik saat itu memang sedang panas. Setelah Inggris kehilangan kendali atas Manado, Belanda berusaha memperkuat pengaruhnya kembali di wilayah utara Sulawesi, termasuk Buol.
Timumun konon menolak tunduk sepenuhnya pada kekuasaan Belanda, dan sikap ini diyakini menjadi salah satu alasan munculnya ancaman terhadap dirinya.
Masih menurut cerita turun-temurun, setelah melompat dari kapal, Timumun diyakini terdampar di sebuah pulau yang kini dikenal sebagai Pulau Panjang di Paleleh.
Ia ditemukan dalam kondisi lemah, kemungkinan karena kelelahan atau kehabisan tenaga, sebelum akhirnya meninggal dunia dan dimakamkan oleh penduduk setempat di pulau tersebut.
Datu Mimo Menggantikan Raja Timumun
Karena Raja Timumun ternyata tidak pernah kembali ke Buol dan ditemukan sudah meninggal dunia, Bokidu kembali bermusyawarah dan memutuskan untuk mengangkat Datu Mimo, putra dari Raja Kalui, sebagai raja selanjutnya.Datu Mimo kemudian berlayar ke Manado, menerima pengesahan resmi dari Residen Belanda, dan memimpin Kerajaan Buol dengan pusat pemerintahan di Lamolan dari tahun 1804 hingga 1810.
Penutup: Sebuah Pelajaran dari Sejarah
Kisah Raja Timumun merupakan bagian penting dalam sejarah lokal Buol yang jarang dikenal luas.Ia bukan hanya raja dengan masa pemerintahan tersingkat, tetapi juga simbol dari tantangan besar yang dihadapi masyarakat adat ketika berinteraksi dengan kekuasaan kolonial dan perbedaan bahasa.
Peristiwa ini mengingatkan kita akan pentingnya komunikasi, pemahaman lintas budaya, serta nilai musyawarah dalam sistem tradisional Kerajaan Buol yang menghindari konflik berdarah.
Peristiwa ini mengingatkan kita akan pentingnya komunikasi, pemahaman lintas budaya, serta nilai musyawarah dalam sistem tradisional Kerajaan Buol yang menghindari konflik berdarah.
Diolah dari:
- Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1996/1997), Sejarah Daerah Sulawesi Tengah.
- Referensi lain berdasarkan uraian @Dhawan Matoka
wah itu juru bahasanya gimana ya
BalasHapusPenuh tanda tanya jadinya
pada masa itu memang sulit ya
HapusSaya belum pernah tau kisah raja Timumun ini, ini komunikasi nya yg kurang pas atau gimana ya.
BalasHapusKan beda suku bahasa mba
HapusIya maksudnya komunikasinya kurang jelas,jadi mungkin salah tafsir atau bagaimana,bukan saja karena kendala bahasa.
BalasHapusBisa jadi mba karena salah tafsir juga
Hapuskisah sejarah yang mebarik..
BalasHapusOh tp dia sempet memerintah 2 tahun sebelum diresmikan di menado ya mas. Berarti saat dipilih, dia ga langsung ke menado saat itu juga yaaa?
BalasHapus